Selasa, 09 November 2010

Pengelolaan Sampah Rumah Tangga & Warga

Karakteristik Sampah Warga

Sampah warga sama seperti sampah-sampah kota pada umumnya. Sampah ini bercampur antara sampah organik dengan sampah non organik. Warga belum memiliki kesadaran untuk memisahkan antara sampah organik dengan sampah non organik. Sampah-sampah ini dikumpulkan setiap dua hari sekali oleh petugas sampah.


Gambar sampah warga

Dilihat dari gambar di atas, sampah warga didominasi oleh sampah-sampah non organik. Sampah non organik yang paling banyak adalah sampah plastik. Seperti yang sudah saya jelaskan di posting sebelumnya (lihat di sini) sampah dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar: sampah non organik dan sampah organik. Dari setiap kelompok ini berdasarkan bisa tidaknya didaur ulang dapat dikelompokkan menjadi bisa didaur ulang dan tidak bisa didaur ulang. Lihat gambar di bawah ini:


Pembagian kelompok sampah warga

Contoh kelompok sampah tersebut adalah sebagai berikut:
A. Sampah Organik Bisa Didaur Ulang: kertas, kardus, koran, majalah, dll
B. Sampah Organik Tak Bisa Didaur Ulang: sisa makanan, daun, sisa sayuran, dll.
C. Sampah Non-organik Bisa Didaur Ulang: logam (besi, alumunium, tembaga), botol, bekas botol minuman, kaleng, plastik, kaca, dll.
D. Sampah Non-organik Tak Bisa Didaur Ulang: plastik yang tidak bisa diaur ulang, baterai bekas, dll.

Sampah-sampah yang bisa didaur ulang baik organik maupun non-organik bisa dijual. Saat ini sudah ada pengepul barang-barang bekas yang datang ke lokasi pengelolaan sampah ini. Dalam satu minggu minimal mereka bisa mendapatkan dana tambahan Rp. 50.000 dari barang bekas daur ulang ini. Satu bulan berarti kira-kira Rp. 200.000. Jumlah ini justru lebih tinggi nilainya daripada pengolahan sampah organik menjadi kompos.


Gambar sampah non organik yang bisa dijual

Sedangkan sampah non-organik yang tidak bisa didaur ulang seharusnya dibakar. Namun, saat ini mereka belum memiliki incinerator untuk membakar sampah. Jika sampah ini dibakar langsung akan diprotes warga, karena asapnya ke mana-mana dan masuk ke rumah-rumah warga. Dengan incinerator, cerobong bisa dibuat tinggi sehingga asap bisa langsung ke udara. Selain itu pembakaran bisa berlangsung sempurna dan mengurangi pencemaran udara.

Sampah organik diolah menjadi kompos. Kompos dapat diolah lagi menjadi pupuk organik untuk dijual. Atau digunakan sendiri untuk menanam tanaman hias, tanaman apotik hidup, atau tanaman sayuran/buah-buahan.

Proses Pengelolaan Sampah

Proses pengolahan sampah warga Gunung Batu kurang lebih sebagai barikut:

A. Pengumpulan Sampah Warga
Sampah warga dikumpulkan dari rumah ke rumah yang seluruhnya terdiri dari 6 RT. Sampah ini dikumpulkan oleh petugas yang khusus setiap 2 hari sekali dengan menggunakan gerobak sampah. Sampah-sampah ini dikumpulkan di tempat penampungan sementara. Petugas yang terdiri dari dua orang bekerja dari pagi sampah menjelang sholat dhuhur.


Sampah diangkut dengan gerobak dari rumah-rumah warga

B. Sortasi Sampah
Di tempat penampungan sampah, sampah-sampah ini disortasi. Ada dua petugas lagi yang bekerja untuk melakukan sortasi sampah ini. Sampah-sampah yang bisa didaur ulang dikumpulkan dan dibersihkan dari sampah yang lain. Sampah-sampah non-organik yang tidak bisa didaur ulang juga dipisahkan tersendiri. Sedangkan sampah organik yang tidak bisa didaur ulang dipisahkan untuk diolah menjadi kompos. Ada beberapa sampah organik yang tidak ikut dikomposkan, yaitu: kayu, bambu, tulang, dan tanduk. Sampah-sampah ini bisa dikomposkan tetapi membutuhkan waktu yang lebih lama, sehingga tidak sesuai jika dicampurkan dengan sampah organik yang lain. Selain itu jumlah sampah ini tidak terlalu banyak.

Sortasi sampah merupakan bagian yang cukup rumit. Banyak makan waktu dan tenaga. Saya memberi saran pada para pengelola untuk mulai mengajak warga memisahkan sampah organik dan nin organik sejak dari rumah-rumah. Hal ini perlu penyadaran yang terus menerus, mungkin perlu waktu lama tetapi harus dimulai sejak dari sekarang. Mungkin sebagai perangsang bisa dengan memberikan reward bagi warga yang mau memisahkan sampahnya. Rewardnya tidak perlu mahal-mahal, misalnya warga yang mau memisahkan sampahnya diberi hadiah tanaman hias atau tanaman-tanaman yang lain.


Gambar sortasi sampah.

C. Pengomposan
Sampah-sampah organik yang tidak bisa didaur ulang diolah menjadi kompos dengan menggunakan aktivator PROMI. Sebelumnya mereka pernah mencoba menggunakan aktivator-aktivator lain yang banyak dijual di toko pertanian. Namun, karena prosesnya agak ‘ribet’ dan membutuhkan banyak bahan tambahan, seperti: gula, kapur, pupuk kandang, dll mereka lebih memilih PROMI. PROMI tidak membutuhkan bahan tambahan, tidak memerlukan pencacahan, dan tanpa pembalikan. Hanya saja PROMI belum tersedia di pasaran luas, sehingga mereka harus membelinya di laboratorium saya. Untungnya tempatnya dekat jadi tidak terlalu menjadi masalah bagi mereka.


penjelasan pada warga tentang pengelolaan sampah rumah tangga

Proses pengomposan sampah warga dengan menggunakan PROMI dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Penyiapan PROMI

Karena umunya sampah warga mengandung kadar air cukup tinggi, maka PROMI tidak diencerkan dengan air. Pengenceran PROMI menggunakan tanah kering atau kompos yang telah jadi. JIka kadar air kurang maka ditambahkan sedikit air.


Penyiapan PROMI tanpa menggunakan air

2. Penyiapan Tempat Pengomposan
Tempat pengomposan dibuat dengan menggunakan pagar bambu. Di sekeliling pagar ini diberi lapisan plastik untuk menjaga suhu dan kelembaban. Plastik yang digunakan adalah plastik bekas. Bagian bawah/dasar tidak dilapisi plastik.

3. Penyiapan Sampah
Sampah organik dimasukkan ke dalam bak kompos selapis dengan tinggi kurang lebih 10 cm. PROMI yang telah diencerkan ditaburkan di atas sampah ini. Selanjutnya tumpukan sampah diinjak-injak agar sedikit memadat. Proses ini dilakukan berulang-ulang hingga bak penuh.


Menaburkan PROMI di atas sampah organik


Menginjak-injak sampah agar memadat

4. Penutupan dengan Plastik
Jika seluruh sampah organik pada hari itu telah selesai dimasukkan ke dalam bak kompos. Selanjutnya tumpukan kompos tersebut ditutup dengan plastik. Penutupan harus rapat untuk menjaga suhu dan kelembaban. Jika bak belum penuh, maka esok hari ditabahkan sampan organik lagi dengan cara yang sama hingga bak penuh.

Pemanfaatan Kompos/Pupuk Organik

Karena cuma satu RW, jumlah sampah organik tidak terlalu banyak. Kadang-kadang untuk membuat kompos mereka mengambil sampah dari pasar Gunung Batu yang letaknya tidak begitu jauh dari lokasi pengelolaan sampah. Setelah jadi kompos kira-kira dalam waktu 2-4 minggu, kompos tersebut dapat langsung digunakan. Kompos dapat juga dibuat menjadi pupuk organik. Pertama, kompos dikeringkan di bawah sinar matahari. Selanjutnya kompos diayak. Kompos yang halus dikemas dalam kantong plastik. Kompos ini bisa diual dengan harga cukup lumayan.

Saya menyarankan untuk memanfaatkan sendiri kompos tersebut. Jika akan digunakan sendiri, kompos tidak perlu diolah lebih lanjut. Lansung digunakan saja. Kompos ini dapat digunakan untuk menanam bermacam-macam tanaman. Misalnya saja tanaman hias. Kota Bogor salah satu sentra tanaman hias di Indonesia. Banyak tanaman hias yang bisa ditanam dengan kompos ini. Alternatif lain adalah menanam tanaman sayuran, bisa tomat, bayam, caisim, kangkung. Atau tanaman buah-buahan, seperti buah pepaya atau pisang yang waktu berbuahnya tidak terlalu lama. Kompos juga bisa digunakan untuk menanam tanaman obat/apotik hidup.
Tanaman ini bisa saja dijual atau disumbangkan untuk warga disekitar lokasi pengelolaan kompos.

Manajemen Pengelolaan Kompos

Untuk mengelola sampah ini warga mengadakan musyawarah. Pengelolaan sampah dilakukan oleh kelompok kecil. Pengelola ini dketuai oleh Pak RW, seorang bendahara dan beberapa pekerja (saat ini berjumlah 4 orang). Warga ditarik iuran per rumah. Besarnya iuran bermacam-macam, ada yang Rp. 3000, ada yang Rp. 5000, ada yang Rp. 10000, tetapi ada juga yang tidak membayar karena memang tidak mampu. Uang hasil iuran ini digunakan untuk membayar petugas pengelola, khususnya pekerja. Pekerja diambil dari warga setempat yang masih mengganggur. Jadi secara tidak langsung pengelolaan sampah ini juga membuka lapangan kerja bagi warga yang belum bekerja.

Setiap hari pekerjaan dibagi menjadi dua shift: shift pagi mulai dari jam 8 – 12 dan shift siang mulai dari jam 12 sampai jam 16. Setiap shift dua orang yang bekerja. Pekerja shift pagi bertugas untuk mengambil sampah dari rumah-rumah warga. Petugas shift kedua bertugas untuk memilih-milih sampah, mana sampah yang bisa didaur ulang dan mana sampah yang akan dikomposkan. Mereka kerja sehari libur sehari masuk, jadi hari kerjanya 15 hari kerja. Satu shift setiap pekerja diberi upah Rp. 10.000. tidak terlalu besar tetapi cukup lumayan untuk mereka. Selain itu para pekerja juga sering mendapatkan tip dari warga.

Pengelolaan sampah warga ini baru mulai. Jalan masih panjang. Biarlah waktu yang menentukan. Namun, melihat kesungguhan para pengelolanya saya yakin usaha mulia ini akan terus berkembang dan berhasil. Saya berusaha membantu mereka dengan pengetahuan yang kumiliki. Saya harap usaha ini dapat dikembangkan di tempat-tempat lain.

(Sumber : isroi.wordpress.com)

Tidak ada komentar: